Kompetisi antara operator dan Over The Top (OTT) sudah menggejala dalam indusri telekomunikasi. Pendapatan OTT dipandang berbanding lurus dengan melesatnya trafik data, sementara pendapatan operator hanya naik sedikit, karena terus berinvestasi dalam jaringan agar tetap terjaga.
"Pertumbuhan trafik data tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan data operator telekomunikasi," Kata Presiden Direktur dan CEO Harry Sasongko seusai diskusi Indonesian ICT Outlook 2012, Resisting the Doomsday of Telco Player di Balai Kartini, Rabu 14 Maret 2012.
Harry mengatakan pemerintah perlu membawa para OTT asing dalam membangun infrastruktur misalnya dengan membangun data center. "Pemerintah juga dapat mendukung OTT lokal," katanya.
Operator lain juga dengan jelas meminta kalangan OTT untuk membangun bisnis telekomunikasi dan konten secara bersama-sama. Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengatakan saat ini pihaknya sudah berkerja sama dengan kalangan OTT untuk membangun jaringan bersama. Meski dengan dana yang tak besar, dia menilai langkah awal membangun dulu ekosistem lebih penting. "Orang sekarang pakai website. Kami kerjasama dengan mereka, terus edukasi, nah di sana kita sharing," katanya.
Setelah itu, lanjutnya dilanjutkan dengan penjualan online. Jika orang terbiasa dengan akses, menurutnya, periklanan otomatis akan naik dan dengan skema sharing tadi. Akhirnya, semuanya akan mendapatkan keuntungan. Hasnul mengatakan dengan kerjasama membangun bisnis di industri ini setidaknya menekan biaya sampai 40 persen."Besarin kue dulu, baru bagi-bagi," kata Hasnul.
Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, di luar negeri juga mulai membahas maslah sejenis. Bahkan operator luar negeri sudah menjajaki kerjasama dengan para OTT, di antaranya AT&T, Deutsche Telekom, Orange, Telefonica, T-Mobile, dan KDDI.
Pada even Mobile World Congress di Barcelona, bulan lalu, sudah terkemuka banyak keluhan dari operator terhadap OTT. (eh)
• VIVAnews