PERENUNGAN tentang penelusuran tanda-tanda atau simbol terkait dengan proses penciptaan karya seorang seniman dihadirkan dalam pameran seni patung 2012: “Jejak, Menelusuri Tanda dan Tanda”.
Seniman dan eksistensi mereka terhadap karya bak mata uang, saling berkelindan menjadi satu bagian. Aktualisasi dalam karya mereka itu harusnya bisa menempatkan seniman berdaulat penuh terhadap karyanya.Sebab, mereka berkarya penuh kesadaran dan tanggung jawab intelektual, sosial dan masyarakat. Pameran Jejak,Menelusuri Tanda dan Tanda,yang digelar di Galeri Cipta II,Taman Ismail Marzuki, 4–11 November, barangkali hendak menelisik kesadaran dan eksistensi tersebut lewat karya-karya dari seniman patung Jakarta.
Karya yang ditampilkan dalam pameran ini juga tidak memiliki tema yang spesifik, sehingga mengesankan sebuah benang merah.Namun, justru hal tersebut menjadi kekuatan karena jejak berarti menemukan proses atau melakukan penelusuran tanda-tanda dari penciptaan karya. Beberapa seniman terlibat dalam pameran ini.Nama- nama seperti Dolorosa Sinaga, Agus Jolly,AgoesSaliem,Arsono,Benny T Tahalele,Edhi Sunarso dan sejumlah seniman lain mengisi ruang-ruang Galeri Cipta II TIM.
Umumnya, mereka menghadirkan karya patung dengan sentuhan keunikan tersendiri. Gagasan gagasan mereka tentang peradaban, sosial,dan persoalan-persoalan baik di tingkat masyarakat atau pribadi tersaji lewat karya yang mereka hadirkan. Salah satu patung yang cukup menarik perhatian adalah Rindu Ken Dedes pada Gaya James Bond karya Franky Nayoan.Patung Ken Dedes ini nampak begitu macho ketika berada dalam gagasan Franky.
Apa yang hendak disampaikan Franky terhadap karya ini adalah sebuah pandangan sintesis antara masa lalu,masa kini dan masa depan. Ia membentuk karakter Ken Dedes yang seharusnya anggun dengan paha yang seharusnya elok itu,justru ia tampilkan dengan muka yang begitu macho.Tangan-tangannya kekar,menutup sebagian perut yang ia biarkan telanjang dada dan tangan satunya lagi menenteng pistol bak James Bond.
Menariknya, Ken Dedes berdiri di atas tumpukan bukubuku diktat nan tebal.Franky mencoba mengajak pencinta seni untuk melongok masa lalu, dan kemudian dengan sertamerta menghempaskannya sekaligus ke masa depan. Ken Dedes dengan pistol di tangan menegaskan ada persoalan yang krusial yang terjadi entah di masa lalu,atau masa kini.
Selain karya Franky dengan Ken Dedes-nya, Hari Djoharudin juga membuat patung tokoh. Untuk kali ini Hari membuat karya dengan judul “SCB” Presiden Penyair. Sesuai judul karya, Hari pun membuat patung tentang Sutardji Calzoum Bachri dengan gayanya yang khas, gaya seorang penyair, gaya seorang presiden penyair. Tokoh lain yang tak luput dari mata dan gagasan para seniman ini adalah karya dari Harry Susanto.Namun, bukan tokoh yang memiliki peran besar terhadap perubahan negeri ini.
Alih-alih tokoh nasional, Harry justru membuat karakter tokoh Gayus Tambunan dalam maket uang berukuran raksasa. WajahGayus Tambunanyang sering nongol dalam pemberitaan itu ia ukir menjadi karakter tokoh yang biasa ada di lembaran uang republik ini.Namun, bukan keluaran Bank Indonesia, namunBankrutIndonesia. Kegeraman Harry terhadap pengemplang pajak masyarakat ini, ia tuangkan dengan mencetak lembaran uang senilai 2012 dengan gambar Gayus.
Wajah inilah yang membuatbangsaIndonesiabangkrut atas korupsi yang ia lakukan. Karya-karya seniman patung lainnya juga sebenarnya tak kalah menarik. Beberapa seniman bahkan membuat patung sesuai dengan ciri khas mereka, seperti Dolorosa Sinaga dengan patung berjudul Dalai Lama.Atau karya dari Sutopo dengan tajuk Karya Trans. Gagasan-gagasan dari para seniman ini memang menarik untuk dicermati.
Diurut satu persatu untuk kemudian menemukan sebuah simbol-simbol eksistensi mereka terhadap dunia seni. Dan pada akhirnya pameran ini memang berupaya untuk menelusuri jajak-jejak yang sudah ada.Jejak dari para seniman di panggung-panggung kekaryaan seni.
Sumber : seputar-indonesia.com