SEMARANG - Perbedaan penetapan jatuhnya bulan suci Ramadan, menurut Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo, Imam Yahya berbau politik.
"Penetapan awal Ramadhan memang masih ada bau unsur politik, tetapi saya tidak bisa menjabarkannya sedemikian gamblang. Tapi memang semua itu tidak terlepas dari unsur politik. Padahal sebetulnya, di Indonesia ini sudah ada Badan Hisab Rukyah yang menentukan awal bulan. Yakni dengan menggelar Sidang Itsbat. Tapi ya itu, Malah yang terjadi antara satu organisasi maupun Ormas Islam lainnya, memiliki keyakinan tersendiri dalam menetapkan awal Ramadhan,” tambahnya, Jumat (6/7/2012).
Imam Yahya menyarankan agar Indonesia mempunyai badan otoritas untuk menentukan datangnya bulan suci Ramadan. Menurutnya, jika tidak ada badan khusus maka yang terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya yakni selalu muncul perbedaan dalam penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan.
"Badan khusus ataupun lembaga khusus tersebut sudah diterapkan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam. Contohnya di negara bagian Timur Tengah. Kalau gini kan enak kan, jadi meskipun di Timur Tengah ada banyak golongan, tapi untuk awal Ramadhan dilaksanakan serentak. Sehingga tidak ada perbedaan,” tambahnya.
Imam mengatakan perbedaan awal Ramadhan sebenarnya pada metode penentuan awal Ramdhan yang terdapat dua yakni dengan metode Hisab (perhitungan) dan Rukyah (melihat) bulan. Selama ini yang dipakai oleh Pemerintah maupun Nahdatul Ulama (NU) adalah metode Rukyah untuk memastikan melihat bulan.
"Padahal Rukyah ini sangat sulit meskipun sudah ada alat teropong. Sebab posisi bulan baru bisa dilihat jika sudah diatas dua derajat,” tutup Imam.
(sus)